analyticstracking.php

Sunday, 11 May 2014

Bangun Kesiangan, Bolehkah Mengqadha Shalat Subuh?


– Assalamualaikum ,
Ustadz saya ingin bertanya tentang
Shalat Subuh. Di saat saya terlambat
Shalat Subuh dan bangun di waktu
Dhuha, bolehkah saya Shalat Subuh di
waktu Dhuha tersebut dengan cara
mengqadha’ Shalat Subuh saya? Dan
bagaimana jika ternyata bangun di waktu
Zhuhur, apa yang harus saya lakukan
terkait Shalat Subuh saya yang tertinggal,
sedangkan saya sebenarnya tidak ingin
meninggalkannya. Terima kasih, Ustadz.
Mohon doanya agar saya selalu berada
dalam jalan kebaikan dan menjadi wanita
shalihah yang bertaqwa. Terima kasih,
Ustadz. (Binti Muhammad)
Jawaban:
Wa ‘Alaikum Salam wa Rahmatullah wa
Barakatuh.
Bismillah wal Hamdulillah wash Shalatu
was Salamu ‘Ala Rasulillah wa ‘Ala Aalihi
wa Shahbihi wa Man Waalah, wa ba’d :
Kepada saudari Binti Muhammad,
semoga Allah Ta’ala selalu menjaga Anda
dalam kebaikan dan menjadikan Anda
sebagai wanita shalihah yang bertaqwa
kepada Allah Ta’ala.
Jika Meninggalkan Shalat secara
sengaja
Kasus yang saudari tanyakan ini, akan
kami rinci yaitu seseorang yang tertinggal
shalatnya hingga melewati waktu
shalatnya secara sengaja seperti karena
malas, misalnya. Maka para ulama
terjadi perbedaan pendapat apakah mesti
qadha atau tidak.
Pendapat Pertama, Dia berdosa dan
wajib qadha.
Ini adalah pendapat mayoritas
fuqaha, seperti Imam Abu Hanifah, Imam
Malik, dan Imam Asy Syafi’i. (Imam Ibnu
Hazm, Al Muhalla , 2/10) . Sedangkan
Imam Ahmad bin Hambal mengatakan
kafirnya orang yang meninggalkan shalat
secara sengaja sampai melewati
waktunya.[1]
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah
mengatakan:
ﺃﻣﺎ ﺍﻟﺘﺎﺭﻙ ﻟﻠﺼﻼﺓ ﻋﻤﺪﺍ ﻓﻤﺬﻫﺐ ﺍﻟﺠﻤﻬﻮﺭ ﺃﻧﻪ ﻳﺄﺛﻢ ﻭﺍﻥ
ﺍﻟﻘﻀﺎﺀ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺍﺟﺐ .
Adapun meninggalkan shalat secara
sengaja, maka menurut mayoritas ulama
adalah dia berdosa dan wajib
mengqadha. (Fiqhus Sunnah , 1/274)
Pendapat Kedua. Dia tidak disyariatkan
mengqadha tetapi hendaknya bertaubat,
banyak istighfar, dan shalat sunah.
Inilah pendapat Imam Ibnu
Taimiyah, Beliau mengatakan:
ﻭﺗﺎﺭﻙ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻋﻤﺪﺍ ﻻ ﻳﺸﺮﻉ ﻟﻪ ﻗﻀﺎﺅﻫﺎ ﻭﻻ ﺗﺼﺢ ﻣﻨﻪ،
ﺑﻞ ﻳﻜﺜﺮ ﻣﻦ ﺍﻟﺘﻄﻮﻉ
Orang yang meninggalkan shalat secara
sengaja tidaklah disyariatkan baginya
untuk mengqadhanya, dan tidak sah pula
jika dia melakukannya, tetapi hendaknya
dia memperbanyak shalat sunahnya.
(Fatawa Al Kubra, 5/320)
Ini juga difatwakan Imam Ibnu
Hazm, Beliau mengatakan:
ﻭﺃﻣﺎ ﻣﻦ ﺗﻌﻤﺪ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺣﺘﻰ ﺧﺮﺝ ﻭﻗﺘﻬﺎ ﻫﺬﺍ ﻻ
ﻳﻘﺪﺭ ﻋﻠﻰ ﻗﻀﺎﺋﻬﺎ ﺃﺑﺪﺍﻓﻠﻴﻜﺜﺮ ﻣﻦ ﻓﻌﻞ ﺍﻟﺨﻴﺮ ﻭﺻﻼﺓ
ﺍﻟﺘﻄﻮﻉ ﻟﻴﺜﻘﻞ ﻣﻴﺰﺍﺗﻪ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﻘﻴﺎﻣﺔ ﻭﻟﻴﺘﺐ ﻭﻟﻴﺴﺘﻐﻔﺮ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﺰﻭﺟﻞ
Adapun orang yang meninggalkan
shalat secara sengaja sampai keluar dari
waktunya, maka selamanya tidak bisa
diqadha. Namun hendaknya dia
memperbanyak amal kebaikan, shalat
sunah, dalam rangka memperberat
timbangan kebaikannya di Hari Kiamat
nanti, dan hendaknya dia bertaubat dan
beristighfar kepada Allah ‘Azza wa Jalla .
(Al Muhalla , 1/274-275)
Hujjah mereka adalah sebagai berikut:
ﻓَﺨَﻠَﻒَ ﻣِﻦْ ﺑَﻌْﺪِﻫِﻢْ ﺧَﻠْﻒٌ ﺃَﺿﺎﻋُﻮﺍ ﺍﻟﺼَّﻼﺓَ ﻭَﺍﺗَّﺒَﻌُﻮﺍ
ﺍﻟﺸَّﻬَﻮﺍﺕِ ﻓَﺴَﻮْﻑَ ﻳَﻠْﻘَﻮْﻥَ ﻏَﻴًّﺎ ‏(59 )
ﺇِﻻَّ ﻣَﻦْ ﺗﺎﺏَ ﻭَﺁﻣَﻦَ ﻭَﻋَﻤِﻞَ ﺻﺎﻟِﺤﺎً ﻓَﺄُﻭﻟﺌِﻚَ ﻳَﺪْﺧُﻠُﻮﻥَ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔَ
ﻭَﻻ ﻳُﻈْﻠَﻤُﻮﻥَ ﺷَﻴْﺌﺎً ‏(60 )
“Maka datanglah sesudah mereka,
pengganti (yang jelek) yang menyia-
nyiakan shalat dan memperturutkan hawa
nafsunya, maka mereka kelak akan
menemui kesesatan, kecuali orang yang
bertaubat, beriman dan beramal saleh,
maka mereka itu akan masuk surga dan
tidak dianiaya (dirugikan)
sedikitpun.” (QS. Maryam [19]: 59-60)
Ayat lain:
ﻭَﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﺇِﺫَﺍ ﻓَﻌَﻠُﻮﺍ ﻓَﺎﺣِﺸَﺔً ﺃَﻭْ ﻇَﻠَﻤُﻮﺍ ﺃَﻧْﻔُﺴَﻬُﻢْ ﺫَﻛَﺮُﻭﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ
ﻓَﺎﺳْﺘَﻐْﻔَﺮُﻭﺍ ﻟِﺬُﻧُﻮﺑِﻬِﻢْ
“Dan (juga) orang-orang yang apabila
mengerjakan perbuatan keji atau
menganiaya diri sendiri, mereka ingat
akan Allah, lalu memohon ampun
terhadap dosa-dosa mereka.” (QS. Ali
Imran [3]: 135)
Jadi, menurut ayat-ayat ini, solusi dari
kemaksiatan adalah bertaubat kepada
Allah Ta’ala dan memperbanyak istighfar.
Begitupula dalam konteks meninggalkan
shalat wajib secara sengaja, ditambah
lagi orang tersebut mesti menutupinya
dengan memperbanya shalat sunah.
Dalilnya adalah,
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu
bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
ﺇِﻥَّ ﺃَﻭَّﻝَ ﻣَﺎ ﻳُﺤَﺎﺳَﺐُ ﺑِﻪِ ﺍﻟﻌَﺒْﺪُ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻣِﻦْ ﻋَﻤَﻠِﻪِ
ﺻَﻼَﺗُﻪُ، ﻓَﺈِﻥْ ﺻَﻠُﺤَﺖْ ﻓَﻘَﺪْ ﺃَﻓْﻠَﺢَ ﻭَﺃَﻧْﺠَﺢَ، ﻭَﺇِﻥْ ﻓَﺴَﺪَﺕْ ﻓَﻘَﺪْ
ﺧَﺎﺏَ ﻭَﺧَﺴِﺮَ، ﻓَﺈِﻥْ ﺍﻧْﺘَﻘَﺺَ ﻣِﻦْ ﻓَﺮِﻳﻀَﺘِﻪِ ﺷَﻲْﺀٌ، ﻗَﺎﻝَ ﺍﻟﺮَّﺏُّ
ﻋَﺰَّ ﻭَﺟَﻞَّ : ﺍﻧْﻈُﺮُﻭﺍ ﻫَﻞْ ﻟِﻌَﺒْﺪِﻱ ﻣِﻦْ ﺗَﻄَﻮُّﻉٍ ﻓَﻴُﻜَﻤَّﻞَ ﺑِﻬَﺎ ﻣَﺎ
ﺍﻧْﺘَﻘَﺺَ ﻣِﻦَ ﺍﻟﻔَﺮِﻳﻀَﺔِ، ﺛُﻢَّ ﻳَﻜُﻮﻥُ ﺳَﺎﺋِﺮُ ﻋَﻤَﻠِﻪِ ﻋَﻠَﻰ ﺫَﻟِﻚَ .
“Sesungguhnya yang pertama kali dihisab
dari amal seorang hamba pada Hari
Kiamat adalah shalatnya. Jika bagus
shalatnya maka dia telah selamat dan
beruntung. Jika rusak shalatnya maka
dia akan menyesal dan merugi. Jika
shalat wajibnya ada kekurangan, maka
Allah ‘Azza wa Jalla berkata, ‘Lihatlah
pada hamba-Ku shalat sunahnya.
Sempurnakanlah kekurangan pada yang
wajib itu dengannya.’ Kemudian
dihitunglah semua amal perbuatannya
dengan seperti itu juga.” (HR. At Tirmdzi
(413), katanya: hasan gharib . Abu Daud
(864). Ad-Darimi (1395), Syaikh Husein
Salim Asad mengatakan: isnadnya
shahih . Ahmad (9494). Syaikh Syu’aib Al
Arnauth mengatakan: shahih . ( Ta’liq
Musnad Ahmad No. 9494) )
Nah, hadits ini menunjukkan bahwa
kekurangan pada shalat wajib yang luput
dilaksanakan, bisa ditutupi dan
disempurnakan oleh shalat sunah.
Imam Abu Muhammad bin Hazm telah
membahas masalah ini panjang lebar.
Beliau pun menantang pihak yang
mewajibkan qadha itu. Atas dasar apa
sehingga dibolehkan menqadha?
Siapakah yang mewajibkan qadha itu,
syariat atau bukan? Di antara alasan lain
yang dikemukakan Beliau adalah bahwa
shalat adalah ibadah yang sudah
ditentukan waktunya. Jika adanya qadha
itu dibenarkan sehingga shalat bisa
dilakukan setelah habis waktunya maka
adanya aturan waktu shalat yang spesifik
akan menjadi aturan (ketetapan) yang
sia-sia dan tidak ada artinya.
Buat apa adanya aturan waktu pada
masing-masing shalat, jika kemudian
boleh saja dilakukan di luar waktunya?
Beliau juga menyebut bahwa pendapat
Beliau ini merupakan pendapat Umar bin
al-Khaththab, Abdullah bin Umar, Sa’ad
bin Abi Waqqash, Salman al-Farisi, Ibnu
Mas’ud, Muhammad bin Abu Bakar,
Budail Al Uqaili, Muhammad bin Sirin,
Mathrab bin Abdullah, dan Umar bin
Abdul Aziz. ( Al Muhalla, 2/11)
Jika Meninggalkannya Tidak Sengaja
Sedangkan jika luputnya shalat wajib
disebabkan ketidaksengajaan, seperti
ketiduran atau lupa misalnya, maka para
ulama sepakat wajibnya qadha ketika dia
sadar dan ingat.
Hal ini sesuai hadits Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam berikut ini:
ﺃَﻣَﺎ ﺇِﻧَّﻪُ ﻟَﻴْﺲَ ﻓِﻲَّ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡِ ﺗَﻔْﺮِﻳﻂٌ، ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟﺘَّﻔْﺮِﻳﻂُ ﻋَﻠَﻰ ﻣَﻦْ ﻟَﻢْ
ﻳُﺼَﻞِّ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓَ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺠِﻲﺀَ ﻭَﻗْﺖُ ﺍﻟﺼَّﻠَﺎﺓَ ﺍﻟْﺄُﺧْﺮَﻯ، ﻓَﻤَﻦْ
ﻓَﻌَﻞَ ﺫَﻟِﻚَ ﻓَﻠْﻴُﺼَﻠِّﻬَﺎ ﺣِﻴﻦَ ﻳَﻨْﺘَﺒِﻪُ ﻟَﻬَﺎ
“Sebenarnya bukanlah kategori lalai jika
karena tertidur. Lalai adalah bagi orang
yang tidak shalat sampai datang waktu
shalat lainnya. Barang siapa yang
mengalami itu maka shalatlah dia ketika
dia sadar”. (HR. Muslim, 311/681)
Dalam redaksi yang agak berbeda,
ﻟَﻴْﺲَ ﻓِﻲ ﺍﻟﻨَّﻮْﻡِ ﺗَﻔْﺮِﻳﻂٌ، ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﺍﻟﺘَّﻔْﺮِﻳﻂُ ﻓِﻲ ﺍﻟْﻴَﻘَﻈَﺔِ، ﻓَﺈِﺫَﺍ
ﻧَﺴِﻲَ ﺃَﺣَﺪُﻛُﻢْ ﺻَﻠَﺎﺓً، ﺃَﻭْ ﻧَﺎﻡَ ﻋَﻨْﻬَﺎ، ﻓَﻠْﻴُﺼَﻠِّﻬَﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺫَﻛَﺮَﻫَﺎ
“Lalai bukanlah pada saat tidur. Lalai
adalah ketika sadar. Maka jika salah
seorang kalian lupa shalat atau tertidur,
maka shalatlah ketika teringat
shalat.” (HR. at-Tirmidzi (177), katanya:
hasan shahih . Ibnu Majah (698))
Hadits lainnya:
ﻣَﻦْ ﻧَﺴِﻲَ ﺻَﻠَﺎﺓً ﻓَﻠْﻴُﺼَﻠِّﻬَﺎ ﺇِﺫَﺍ ﺫَﻛَﺮَﻫَﺎ، ﻟَﺎ ﻛَﻔَّﺎﺭَﺓَ ﻟَﻬَﺎ ﺇِﻟَّﺎ ﺫَﻟِﻚَ
“Barangsiapa yang lupa dari shalatnya
maka shalatlah ketika dia mengingatnya,
dan tidak ada kafarah (tebusan) kecuali
dengan cara itu.” (HR. Muslim, 314/684)
Hadits-hadits ini menunjukkan bahwa
meninggalkan shalat karena lupa dan
tertidur, hendaknya diqadha dengan
shalat juga ketika dia teringat. Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam menekankan
hal itu dengan kata perintah: falyushalliha
idza dzakaraha – maka shalatlah ketika
teringat shalat.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah
mengatakan:
ﺍﺗﻔﻖ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻋﻠﻰ ﺃﻥ ﻗﻀﺎﺀ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻭﺍﺟﺐ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻨﺎﺳﻲ
ﻭﺍﻟﻨﺎﺋﻢ
“Mengqadha shalat adalah wajib menurut
kesepakatan ulama bagi orang yang lupa
dan tertidur.” (Fiqhus Sunnah , 1/274)
Maka, kasus yang dialami saudari
penanya, hendaknya shalatlah ketika
terbangun dari tidurnya, walau telah
melewati waktunya. Jika Shalat Subuh
kelewatan karena tertidur, lalu bangun di
waktu Dhuha, maka shalatlah Subuh saat
itu. Begitu pula jika dia baru bangun di
waktu Zhuhur, maka shalat subuhlah
ketika dia ingat.
Semua ini sesuai perintah nabi shalatkah
ketika teringat. Caranya adalah jika dia
shalat sendiri maka Shalat Subuh dahulu,
barulah Zhuhurnya, sesuai urutannya.
Sedangkan jika berjamaah dengan  orang
lain di masjid, maka ikuti shalatnya
jamaah dulu (yakni Zhuhur), sebab tidak
mungkin dia meminta jamaah untuk
Shalat Subuh sebagaimana dirinya sebab
jamaah lain tidak mengalami yang dia
alami, jika sudah selesai barulah dia
Shalat Subuh yang tertinggal itu.
Nabi dan Para Sahabat pernah
mengalami
Apa yang dialami saudari penanya juga
pernah dialami oleh Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dan para sahabatnya.
Maka adanya peristiwa serupa yang
dialami mereka menjadi panduan buat
kita bagaimana menyikapinya. Yang
jelas, kasus seperti ini hendaknya tidak
menjadi kebiasaan.
Berikut ini kisah yang terdapat dalam
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim ,
kisahnya panjang dan kami kutip sesuai
kebutuhan saja sebagai berikut:
‘Imran bin Hushain Radhiallahu ‘Anhu
bercerita:
ﺃَﻧَّﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻣَﻊَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻓِﻲ ﻣَﺴِﻴﺮٍ،
ﻓَﺄَﺩْﻟَﺠُﻮﺍ ﻟَﻴْﻠَﺘَﻬُﻢْ، ﺣَﺘَّﻰ ﺇِﺫَﺍ ﻛَﺎﻥَ ﻭَﺟْﻪُ ﺍﻟﺼُّﺒْﺢِ ﻋَﺮَّﺳُﻮﺍ،
ﻓَﻐَﻠَﺒَﺘْﻬُﻢْ ﺃَﻋْﻴُﻨُﻬُﻢْ ﺣَﺘَّﻰ ﺍﺭْﺗَﻔَﻌَﺖِ ﺍﻟﺸَّﻤْﺲُ، ﻓَﻜَﺎﻥَ ﺃَﻭَّﻝَ ﻣَﻦِ
ﺍﺳْﺘَﻴْﻘَﻆَ ﻣِﻦْ ﻣَﻨَﺎﻣِﻪِ ﺃَﺑُﻮ ﺑَﻜْﺮٍ، ﻭَﻛَﺎﻥَ ﻻَ ﻳُﻮﻗَﻆُ ﺭَﺳُﻮﻝُ ﺍﻟﻠَّﻪِ
ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻣِﻦْ ﻣَﻨَﺎﻣِﻪِ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺴْﺘَﻴْﻘِﻆَ، ﻓَﺎﺳْﺘَﻴْﻘَﻆَ
ﻋُﻤَﺮُ، ﻓَﻘَﻌَﺪَ ﺃَﺑُﻮ ﺑَﻜْﺮٍ ﻋِﻨْﺪَ ﺭَﺃْﺳِﻪِ، ﻓَﺠَﻌَﻞَ ﻳُﻜَﺒِّﺮُ ﻭَﻳَﺮْﻓَﻊُ
ﺻَﻮْﺗَﻪُ ﺣَﺘَّﻰ ﺍﺳْﺘَﻴْﻘَﻆَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲُّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ، ﻓَﻨَﺰَﻝَ
ﻭَﺻَﻠَّﻰ ﺑِﻨَﺎ ﺍﻟﻐَﺪَﺍﺓ ….
“Mereka bersama Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam dalam sebuah
perjalanan yang sampai larut malam
hingga menjelang Subuh mereka
istirahat. Lalu mereka tertidur sampai
meninggi matahari. Pertama yang
bangun adalah Abu Bakar, Beliau tidak
membangunkan Nabi Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam sampai dia bangun sendiri.
Lalu bangunlah Umar, lalu Abu Bakar
duduk di sisi kepala nabi. Lalu dia
bertakbir dengan meninggikan suaranya
sampai Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam terbangun. Lalu beliau keluar dan
Shalat Subuh bersama kami.” (HR.
Bukhari (3571), Muslim (312/682))
Dalam kisah ini, Nabi dan para
sahabatnya baru Shalat Subuh ketika
matahari sudah meninggi, setelah mereka
terbangun dari tidur. Ini menunjukkan
bolehnya hal itu, jika disebabkan tertidur
yang membuatnya melewati waktu Subuh
sebenarnya. Tetapi, sekali lagi, ini
bukanlah kebiasaan mereka, tetaplah
yang paling utama dan disukai Allah
Ta’ala adalah Shalat Subuh tepat pada
waktunya.
Tidak Shalat Karena Pingsan
Bagi orang yang pingsan sehingga dia
tidak melakukan shalat, maka sebagian
imam, seperti para Sahabat dan Tabi’in
menyatakan tidak  wajib qadha sama
sekali. Seperti yang dipegang oleh Ibnu
Umar, Thawus bin Kaisan, Az Zuhri, Al
Hasan Al Bashri, dan Muhammad bin
Sirin.
Syaikh Sayyid Sabiq Rahimahullah
menyebutkan:
ﻓﻘﺪ ﺭﻭﻯ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺮﺯﺍﻕ ﻋﻦ ﻧﺎﻓﻊ : ﺃﻥ ﺍﺑﻦ ﻋﻤﺮ ﺍﺷﺘﻜﻰ
ﻣﺮﺓ ﻏﻠﺐ ﻓﻴﻬﺎ ﻋﻠﻰ ﻋﻘﻠﻪ ﺣﺘﻰ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺛﻢ ﺃﻓﺎﻕ
ﻓﻠﻢ ﻳﺼﻞ ﻣﺎ ﺗﺮﻙ ﻣﻦ ﺍﻟﺼﻼﺓ .ﻭﻋﻦ ﺍﺑﻦ ﺟﺮﻳﺞ ﻋﻦ ﺍﺑﻦ
ﻃﺎﻭﺱ ﻋﻦ ﺃﺑﻴﻪ ﺇﺫﺍ ﺃﻏﻤﻲ ﻋﻠﻰ ﺍﻟﻤﺮﻳﺾ ﺛﻢ ﻋﻘﻞ ﻟﻢ ﻳﻌﺪ
ﺍﻟﺼﻼﺓ.
ﻗﺎﻝ ﻣﻌﻤﺮ : ﺳﺄﻟﺖ ﺍﻟﺰﻫﺮﻱ ﻋﻦ ﺍﻟﻤﻐﻤﻰ ﻋﻠﻴﻪ ﻓﻘﺎﻝ : ﻻ
ﻳﻘﻀﻲ .ﻭﻋﻦ ﺣﻤﺎﺩ ﺑﻦ ﺳﻠﻤﺔ ﻋﻦ ﻳﻮﻧﺲ ﺑﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﻋﻦ
ﺍﻟﺤﺴﻦ ﺍﻟﺒﺼﺮﻱ ﻭﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﺳﻴﺮﻳﻦ ﺃﻧﻬﻤﺎ ﻗﺎﻻ ﻓﻲ
ﺍﻟﻤﻐﻤﻰ ﻋﻠﻴﻪ : ﻻ ﻳﻌﻴﺪ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﺍﻟﺘﻲ ﺃﻓﺎﻕ ﻋﻨﺪﻫﺎ .
Abdurrazzaq meriwayatkan dari Naafi’,
bahwa Ibnu Umar suatu saat jatuh sakit
hingga  pingsan dan meninggalkan
shalat. Lalu ketika dia sadar, dia tidak
melakukan shalat yang tertinggal itu.
Dari Ibnu Juraij, dari Ibnu Thawus, dari
ayahnya, bahwa jika ada seorang sakit
sampai pingsan lalu dia kembali sadar
maka tidak usah baginya mengulangi
shalatnya.
Ma’mar berkata: Aku bertanya kepada Az
Zuhri tentang orang yang pingsan, Beliau
menjawab, “Tidak usah mengqadha.”
Dari Hammad bin Salamah, dari Yunus
bin ‘Ubaid dari al-Hasan al-Bashri dan
Muhammad bin Sirin, mereka berdua
berkata tentang orang yang pingsan,
“Tidak perlu mengulangi shalat yang
tertinggal selama pingsan itu.” ( Fiqhus
Sunnah , 1/274)
Sekian. Wallahu A’lam
Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina
Muhammadin wa ‘Ala Aalihi wa Shahbihi
ajma’in
[1]Dalam berbagai hadits shahih, orang
yang sengaja meninggalkan shalat
disebut kafir. Dari Jabir bin Abdullah
Radhiallahu ‘Anhu , bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
ﺑﻴﻦ ﺍﻟﺮﺟﻞ ﻭﺑﻴﻦ ﺍﻟﺸﺮﻙ ﻭﺍﻟﻜﻔﺮ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﺼﻼﺓ
“Batas antara seseorang dengan
kesyirikan dan kekufuran adalah
meninggalkan shalat.” (HR. Muslim (82),
at-Tirmidzi (2752), Ibnu Majah (1078),
ad-Darimi (1233), Ibnu Abi Syaibah, Al
Mushannaf (7/222/43), Ibnu Hibban
(1453), Musnad Ahmad (15183), tahqiq:
Syu’aib Al Arna’uth, Adil Mursyid, dll)
Dari Buraidah Radhiallahu ‘Anhu , bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda:
ﺍﻟﻌﻬﺪ ﺍﻟﺬﻱ ﺑﻴﻨﻨﺎ ﻭﺑﻴﻨﻬﻢ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻤﻦ ﺗﺮﻛﻬﺎ ﻓﻘﺪ ﻛﻔﺮ
“Perjanjian antara kita dan mereka
adalah shalat, maka barangsiapa yang
meninggalkannya maka dia telah
kafir.” (HR. at-Tirmidzi (2621), katanya:
hasan shahih gharib, an-Nasa’i (463),
Ibnu Majah (1079), Ibnu Hibban (1454),
Sunan ad-Daruquthni, Bab At Tasydid fi
Tarkish Shalah No. 2, Al Baihaqi, As
Sunan Al Kubra (6291), Ibnu Abi Syaibah,
Al Mushannaf (7/222/45), Al Hakim, Al
Mustadrak ‘Alash Shahihain (11),
katanya: “isnadnya shahih dan kami tidak
mengetahui adanya cacat dari berbagai
jalur. Semuanya telah berhujjah dengan
Abdullah bin Buraidah dari ayahnya.
Muslim telah berhujjah dengan al-Husein
bin Waqid, Bukhari dan Muslim tidak
mengeluarkannya dengan lafaz ini. Hadits
ini memiliki penguat yang shahih sesuai
syarat mereka berdua. ” Ahmad (22937),
Syaikh Syu’aib Al Arna’uth mengatakan:
sanadnya qawwy (kuat). Syaikh al-Albani
menshahihkan hadits ini dalam berbagai
kitabnya)
Imam Al Mundziri Rahimahullah
mengatakan:
ﻭﻗﺎﻝ ﺍﺑﻦ ﺃﺑﻲ ﺷﻴﺒﺔ ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ
ﻭﺳﻠﻢ : ﻣﻦ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻘﺪ ﻛﻔﺮ
ﻭﻗﺎﻝ ﻣﺤﻤﺪ ﺑﻦ ﻧﺼﺮ ﺍﻟﻤﺮﻭﺯﻱ ﺳﻤﻌﺖ ﺇﺳﺤﺎﻕ ﻳﻘﻮﻝ
ﺻﺢ ﻋﻦ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﺗﺎﺭﻙ ﺍﻟﺼﻼﺓ
ﻛﺎﻓﺮ
Berkata Ibnu Abi Syaibah, Nabi
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda,
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat
maka dia telah kafir.” Berkata
Muhammad bin Nashr Al Marwazi, aku
mendengar Ishaq berkata: “Telah shahih
dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bahwa orang yang meninggalkan shalat,
maka dia telah kafir.” (Syaikh al-Albani,
Shahih At Targhib wat Tarhib (1/575).
Cet. 5, Maktabah Al Ma’arif. Riyadh)
Dari Abdullah bin Syaqiq Al ‘Uqaili
Radhiallahu ‘Anhu , katanya:
ﻛﺎﻥ ﺃﺻﺤﺎﺏ ﻣﺤﻤﺪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻻ ﻳﺮﻭﻥ ﺷﻴﺌﺎ
ﻣﻦ ﺍﻷﻋﻤﺎﻝ ﺗﺮﻛﻪ ﻛﻔﺮ ﻏﻴﺮ ﺍﻟﺼﻼﺓ
“Para sahabat nabi tidaklah
memandang suatu perbuatan yang dapat
kufur jika ditinggalkan melainkan
meninggalkan shalat.” (HR. at-Tirmidzi
(2757), dishahihkan oleh Syaikh al-
Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan At
Tirmidzi (2622)
Imam Ibnu Hazm Rahimahullah mencatat
dalam Al Muhalla -nya:
ﻭَﻗَﺪْ ﺟَﺎﺀَ ﻋَﻦْ ﻋُﻤَﺮَ ﻭَﻋَﺒْﺪِ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺑْﻦِ ﻋَﻮْﻑٍ ﻭَﻣُﻌَﺎﺫِ ﺑْﻦِ
ﺟَﺒَﻞٍ ﻭَﺃَﺑِﻲ ﻫُﺮَﻳْﺮَﺓَ ﻭَﻏَﻴْﺮِﻫِﻢْ ﻣِﻦْ ﺍﻟﺼَّﺤَﺎﺑَﺔِ ﺭَﺿِﻲَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻨْﻬُﻢْ
ﺃَﻥَّ ﻣَﻦْ ﺗَﺮَﻙَ ﺻَﻼﺓَ ﻓَﺮْﺽٍ ﻭَﺍﺣِﺪَﺓٍ ﻣُﺘَﻌَﻤِّﺪًﺍ ﺣَﺘَّﻰ ﻳَﺨْﺮُﺝَ
ﻭَﻗْﺘُﻬَﺎ ﻓَﻬُﻮَ ﻛَﺎﻓِﺮٌ ﻣُﺮْﺗَﺪٌّ .
“Telah datang dari Umar, Abdurrahman
bin ‘Auf, Mu’adz bin Jabal, Abu Hurairah,
dan selain mereka dari kalangan sahabat
Radhiallahu ‘Anhum, bahwa barangsiapa
yang meninggalkan shalat wajib sekali
saja secara sengaja hingga keluar dari
waktunya, maka dia kafir murtad.” (Al
Muhalla, 1/868. Mawqi’ Ruh al-Islam)
Abdullah bin Amr bin Al Ash Radhiallahu
‘Anhuma, mengatakan:
ﻭﻣﻦ ﺗﺮﻙ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻓﻼ ﺩﻳﻦ ﻟﻪ .
“Barangsiapa yang meninggalkan shalat,
maka tidak ada agama baginya.” (al-
Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (5/508)
Darul Fikr)
Abu Darda Radhiallahu ‘Anhu berkata:
ﻻ ﺇﻳﻤﺎﻥ ﻟﻤﻦ ﻻ ﺻﻼﺓ ﻟﻪ ﻭﻻ ﺻﻼﺓ ﻟﻤﻦ ﻻ ﻭﺿﻮﺀ ﻟﻪ ﺭﻭﺍﻩ
ﺍﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﺒﺮ ﻭﻏﻴﺮﻩ ﻣﻮﻗﻮﻓﺎ
“Tidak ada iman bagi yang tidak shalat,
dan tidak ada shalat bagi yang tidak
berwudhu.” Diriwayatkan Ibnu Abdil Bar
dan selainnya secara mawquf . (Atsar ini
Shahih mawquf . Lihat Syaikh Al Albani,
Shahih At Targhib wat Tarhib, 1/575.
Maktabah Al Ma’arif)
Imam Al Mundziri Rahimahullah
menyebutkan:
ﻭﻛﺬﻟﻚ ﻛﺎﻥ ﺭﺃﻱ ﺃﻫﻞ ﺍﻟﻌﻠﻢ ﻣﻦ ﻟﺪﻥ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ
ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺃﻥ ﺗﺎﺭﻙ ﺍﻟﺼﻼﺓ ﻋﻤﺪﺍ ﻣﻦ ﻏﻴﺮ ﻋﺬﺭ ﺣﺘﻰ
ﻳﺬﻫﺐ ﻭﻗﺘﻬﺎ ﻛﺎﻓﺮ
“Demikian pula, dahulu
pendapat ulama dari orang yang dekat
dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam (yakni para sahabat), bahwa
orang yang meninggalkan shalat secara
sengaja tanpa ‘udzur, sampai habis
waktunya, maka dia kafir.”

dakwatuna

No comments:

Post a Comment