Sinar mentari masih saja lugu, kadang ia
tersipu malu untuk menjalani takdirnya
memutar waktu..
Sepoi angin pagi seperti biasa menyapa
ramah tubuhku. Yang berdiri membisu di
balkon rumahku.
Goyang mesra pohon pisang yang
terkadang melambai, seperti
menertawakan kerapuhanku
Hemmmmm…kucoba lepaskan
pandangan pada langit..yang tak
kunjung bicara menuangkan seteguk
nasehat pada dahaga rinduku.
Saat itu..Seraut wajah membayang
diantara anak awan yg riang
menyongsong mentari. Wajah itu..wajah
yang biasa datang dalam lelapku, yang
tak bosan menyiramkan cintanya pada
rapuh jiwaku.
Ingin kugapai dan kupeluk, namun
wajah itu begitu jauh..jauh
sekali..sebuah sangkar emas melingkari
wajahnya yang syahdu……..ia terus saja
melayangkan senyuman hangat dan
sesekali kerling matanya menyapu wajah
lesuku…aku ingin berteriak, bahwa
jiwaku hampa tanpamu…hatiku beku
karena rindu kepadamu..
Dan tiba2…..tangannya terulur dengan
mesra ke dadaku, sembari berbisik halus
di gendang telingaku, bahwa diapun
merinduku…jika dikehidupan sempit ini
kita terpisah, maka bisa jadi di
kehidupan kekal nanti kita bisa
bertemu…
Aku kembali menunduk, terpekur dalam
keheningan pagi. Namun sebersit
semangat muncul dalam kalbu..untuk
mengejar keshalehan diri..untuk
berjuang menggapai janji ilahi. Agar
hidup ini berarti dan kelak aku bisa
jumpai dia di Jannatul firdaus..untuk
saling bertukar canda dan tawa,
bercengkerama melepas rindu.
Ya Alloh, masukkanlah hamba dan dia
dalam jannatul firdausMu, satukan kami
dalam hangat kasihMu………..
(4 Sepetember 2014, di suatu pagi di
lantai atas Rumahku )
By: Ahmad Rifai Alif