analyticstracking.php

Showing posts with label kisah Inspiratif. Show all posts
Showing posts with label kisah Inspiratif. Show all posts

Monday, 17 February 2020

Gadis Kecil Penjual Onde-Onde Dan Pak Kapolres

Sore itu, sabtu 21 september 2019 di halaman Mapolres Padang panjang sedang di laksanakan upacara pisah kenal dari AKBP Cepi Noval SIK, kepada AKBP Sugeng Hariyadi. S.I.K., M.H.

Di tengah hikmad nya suasana upacara tiba tiba seorang gadis kecil penjual kue 'onde-onde' menyeruak masuk menembus barisan polisi.

Entah apa yang membuat anak kecil ini berani masuk dalam kerumunan banyak pejabat tinggi, dia langsung nyelonong menuju Pak Cepi Noval.

Suasana sedikit gaduh, namun para pengawal dan petugas membiarkan gadis kecil yang sedang membawa kue di atas kepalanya itu terus menuju arah Pak Cepi, rupanya mereka sudah kenal siapa gadis kecil itu.

Ketika keduanya sudah saling berdekatan, suasana hening namun juga tegang, semua menunggu apa yang akan terjadi, termasuk para wartawan dan jurnalis yang siap mengabadikan  momen itu.

Tiba tiba ada air mata yang meleleh dari kedua mata gadis itu, dia menangis sedih. Entah darimana ia mendapat khabar bahwa Pak Cepi Noval akan meninggalkan Padang Panjang. Rupanya Kapolres karismatik itu adalah salah seorang pembeli kue onde ondeh-nya yang jika setiap bertemu akan selalu memborong habis dagangannya.

Kemudian Kapolres bersahaja itu memegang pipi sang gadis kecil seraya berkata, "Bapak pamit..., rajin belajar..., dan banyak sabar ya nak... Jangan takut ada Kapolres baru nanti beliau yang akan membeli kue mu". Pak Cepi yang gagah tak bisa menahan air matanya pula😭😭😭

Sesaat kemudian Pak Cepi berdiri dari kursi, dia meminta micropon, sedikit menyalahi protokoler memang, kemudian melanjutkan kata katanya kepada semua orang yang hadir di situ.

"kalian lihat anak ini,dia hanya ingin bisa terus sekolah, jualan kue berangkat pagi buta, setelah itu dia sekolah dan siang hari kembali ia merajut mimpi dengan berjualan lagi" Suara Pak Cepi mulai serak, tersendat namun tetap menggelar. Semua terdiam dan tak sedikit yang matanya juga sebab terutama Ibu Ibu Bhayangkari.

"Setelah saya pergi saya harap kalian meneruskan tugas saya membeli dagangannya, kelak suatu saat saya akan kembali kesini untuk mengecek keadaannya, jika dia harus putus sekolah, maka kalian yang akan saya tuntut pertama kali di hari pengadilan kelak"! Lanjut Pak Cepi dengan perasaan yang sangat 'emosional'.

Kemudian Ia tak sanggup lagi meneruskan kata katanya, hingga tanggannya untuk kedua kali mengusap air mata di pipi si gadis kecil yang mengalir deras.

"kamu tidak akan kehilangan Bapak, mereka semua akan menjadi bapak bapak kamu, yang akan selalu menanti dagangan mu anakku".

Semua yang tadi berbaris rapi kini berhambur mengelilingi Pak Cepi, mereka berebut mengabadikan hal yang tak pernah mereka kira.

Selamat jalan Pak... Selamat bertugas di tempat baru, semoga masih ada Pak Cepi Pak Cepi lain, yang peduli dengan keadaan masyarakat, tidak hanya mengejar pangkat, tapi juga mengajarkan keteladanan.

Via : tribunnews

Friday, 24 January 2020

CUKUP SUDAH ENGKAU MEMANGGUL KARUNG GANDUM ITU

*_Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh_*

*_Semangat Subuh_*

CUKUP SUDAH ENGKAU MEMANGGUL KARUNG GANDUM ITU

Cobalah saudara tebak siapa yang sedang saya ceritakan dalam kisah di bawah ini?

Seorang lelaki berjalan di tengah malam bersama sahabatnya. Sayup-sayup mereka mendengar tangisan anak kecil dari dalam rumah. Ketika didekati, ternyata suara tersebut adalah rintihan kelaparan.

Sang lelaki heran mengapa anak itu tidak diberi makan? Rupanya karena ibunya memang tidak memiliki apapun untuk dimasak.

Apa tidak salah? Ada seorang janda yang miskin dan memiliki anak yang lapar, tetapi lelaki itu tidak mengetahuinya? Segera ia berlari menuju Baitul Mal, dipanggulnya sekarung gandum menuju kediaman janda tersebut.

Sahabatnya menawarkan bantuan untuk bergantian memanggul gandum tersebut, tetapi sang lelaki dengan lembut menolaknya,

"Apakah engkau juga sanggup memanggul bebanku di hari pembalasan kelak?"

Akhirnya sekarung gandum itu tiba di tujuan dan lapar pun berganti kebahagiaan di dalam rumah kecil tersebut. Beban sang lelaki pun kini terlepas.

Saya yakin saudara semua pasti dengan mudah menebak bahwa lelaki dalam kisah tersebut adalah Khalifah Umar bin Khattab. Mari kita baca sekali lagi. Sekarung gandum itu di sisi Sang Khalifah adalah kegundahannya.

Maka Beliau kemudian memikul sendiri karung itu, lalu melepaskannya ke tempat yang dituju. Bagaimanapun juga beban memang harus dilepaskan, bukan untuk dipikul selamanya.

Sekarung gandum tersebut terkadang juga hadir dalam kehidupan kita, berupa perasaan gundah. Misalnya rasa dendam kepada orang lain, atau rasa jengkel atas tetangga yang egois, bahkan mungkin sakit hati kepada teman yang selalu mengelak untuk membayar utangnya.

Apa yang harus kita lakukan? Tidak ada jalan lain, lepaskan beban tersebut! Lepaskan karung gandum itu! Sudah cukuplah kita memanggulnya sampai hari ini!

Bagaimanapun juga beban memang harus dilepaskan, bukan untuk dipikul selamanya. Sebagaimana Khalifah Umar juga melepaskan bebannya.

Salam Hijrah.
⏰ Waktunya bangun dan berubah dari tidur panjang kita!

https://t.me/semangatsubuh

*_Selamat menunaikan ibadah shalat subuh, semoga Allah menerima amal ibadah kita Aamiin_*

Sunday, 19 January 2020

Baru Kusadari

*_Assalamu'alaykum warahmatullahi wabarakatuh_*

*_Semangat Subuh_*

Baru Kusadari

Baru kusadari ..
Hidup ini sederhana
Sekedar bersyukur saja cukup sudah.

Keinginan yang terus menuntutlah yang membuat hidup menjadi rumit dan memberatkan.

"Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai karunia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya)" (Qs. 27:73).

Baru kusadari..
Sakit hati sebenarnya kata lain dari tdk mau melepas pasrah saja, karena merasa memiliki.

Padahal jika ikhlas dan sadar bahwa semua milik dan terjadi atas kehendak-Nya maka akan plong dada ini dan lega tanpa ada beban perasaan.

"Kepunyaan Allah-lah segala yang ada di langit dan di bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan segala urusan" (Qs. 3:109).

Baru kusadari..
Keinginan memperbaiki orang lain, termasuk orang-orang yang dicintai bisa berlebihan dan memaksa.

Yang tanpa sadar mengambil hak Allah untuk  mengendalikan hamba-hambaNya.

"Sesungguhnya engkau  tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi hidayah kepada orang yang Dia kehendaki, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk" (Qs.28:56).

Baru kusadari
Perubahan pikiran ini semudah membalikkan telapak tangan
Terombang ambing jika tidak waspada
Maka waspadalah dgn selalu zikir dan senantiasa meminta perlindungan-Nya.
Lengah sedikit bisa menjadi penyesalan berkepanjangan jika pikiran itu diwujudkan dalam amal yang buruk.

"Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya"

Baru kusadari..
Ternyata masih banyak yang harus kupelajari
Kesombongan dan rasa malaslah yg membuat aku bodoh untuk memahami kebesaran Allah dalam setiap urusanku

Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (Qs. 41:53)

Baru kusadari....

Wednesday, 15 January 2020

Belilah Barang Temanmu Tanpa Harga Teman

"Vi, aku beli keripik pisangmu ya? Berapa sekilonya?"

"Lima puluh ribu Lan."

Sambil membungkus keripik pisang aku membalas WA dari temanku Lani.

"Dih, kok mahal banget sih?" Dia membalas diikuti dengan emotikon menepuk wajah.

"Iya Lani, harga aslinya malah lima puluh lima ribu tapi aku kasih harga teman buat kamu deh.."

"Yaelah sama teman sendiri kok diskonnya cuma lima ribu sih Vi? Empat puluh ribu ya per kilo, aku ambil 2 kilo buat oleh-oleh ke mertua."

"Maaf Lani, kalau segitu nggak bisa kan kamu tahu sendiri bahan-bahan yang aku pakai berkualitas semua. Empat puluh delapan ribu gimana? Itu udah mepet banget untungnya."

"Ya sudahlah, tapi antar ke rumah sekarang ya Vi soalnya aku masih beres-beres mau berangkat ke kampung mertua."

"Oke siap, setengah jam lagi ya Lan?"
Hanya dibaca tidak dibalas.

Setengah jam kemudian di tengah gerimis, aku memacu motor bututku ke rumah Lani, tak lupa gadis kecilku dalam gendongan.
Setelah sampai di depan pintu gerbang rumahnya yang tinggi aku memencet bel, 10 menit belum dibuka, tangan kecil putriku sudah dingin.

"Eh kamu Via, maaf ya lama bukain pintunya. Itu anak-anakku lagi ribet banget. Oiya ini Vi uangnya, makasih ya?"
Lalu aku pun pamit, Lani bahkan tak menyuruhku masuk ke dalam rumah yang digarasinya ada dua mobil mewah.
Kubuka lipatan uang yang diberikan Lani, pas sembilan puluh enam ribu.
Alhamdulillah.

Sampai rumah aku disambut suamiku yang sedang duduk di kursi rodanya, ada rasa sedih dan kuatir di wajahnya.
Ya, kecelakaan kerja setahun yang lalu membuatnya tidak bisa berjalan.
Kini akulah tulang punggung keluarga kecil ini, berharap rezeki pada Alloh subhanahu wata'ala dengan berdagang keripik pisang.

Dari dulu aku memang sudah berjualan keripik pisang, bedanya sekarang ini menjadi satu-satunya penghasilan.
Ibuku yang mengajarkannya padaku, sejak aku masih gadis.
Ibu bilang harus pakai bahan yang berkualitas, jangan sembarangan biar orang suka dan jadi langganan. Sudah banyak pelangganku, beberapa adalah reseller dan aku juga membuat bungkusan kecil lalu kutitipkan di toko-toko atau warung.

Sewaktu suamiku masih bekerja aku menabungkan seluruh penghasilanku dari berjualan, kami hidup sehari-hari dari gaji suami.
Aku sudah berencana akan membeli sebuah rumah tipe 30 di perumahan baru dekat dengan kontrakan yang aku tempati sekarang, tinggal sedikit lagi mungkin tiga tahun lagi jika aku berhemat dengan ketat dan semakin rajin berjualan aku bisa membeli rumah itu tanpa kredit.
Tapi sekarang tabunganku habis, ludes tak bersisa.
Hampir tiga bulan suamiku dirawat di rumah sakit, terapi-terapi dan obat-obatan yang harganya mahal tak mampu membuat suamiku kembali berjalan.
Berkali-kali juga suami minta pulang ke rumah orangtuanya karena merasa jadi beban buatku, sudah habis rasa percaya dirinya sebagai laki-laki kepala rumah tangga.
Tapi aku tidak mau, dia adalah suami dan ayah dari putri kecilku, selamanya aku akan merawatnya.

"Basah kamu Dek?"

"Iya Mas sedikit, nggak apa-apa kok. Titip Tiara sebentar ya Mas, aku ganti baju dulu."
Lalu kusodorkan Tiara ke pangkuan suamiku, kudengar Tiara mengoceh mencoba mengobrol dengan ayahnya.

Sambil mengganti baju, kuusap air mata yang menetes di pipi.
Hati ini kadang sedih, nelongso jika melayani pembeli yang menawar daganganku dengan sadis.
Bukan, bukan karena aku pedagang baperan.
Tapi untung yang sedikit itu aku pakai untuk menafkahi suami dan anakku, sekarang Tiara masih berumur dua puluh bulan, masih belum banyak pengeluaran kami. Hanya saja suamiku masih terapi, aku butuh biaya untuk itu walaupun suamiku terkadang tidak mau kuantarkan terapi.

Bagi pedagang kecil sepertiku, bukan mobil mewah yang ingin kubeli, tapi aku hanya ingin mengobati suamiku.
Membuatnya kembali berjalan dan melihat wajahnya kembali ceria karena semenjak kecelakaan, tak kudengar lagi tawa dan senda guraunya, suamiku sangat merasa bersalah padaku dan Tiara.

Dalam setiap sujudku aku selalu berdoa semoga Alloh subhanahu wata'ala melapangkan rezekiku, menyehatkan badanku dan memberi kesempatan pada suamiku untuk kembali bisa berjalan.

#TerinspirasiDariKisahNyata

Pesan moralnya : Belilah dagangan temanmu tanpa harus meminta harga teman

Wednesday, 7 August 2019

Ketika Harta Bukanlah Segalanya

*KETIKA HARTA BUKANLAH SEGALANYA*

Seorang pasien kanker membawa tas penuh uang meminta dokter menyelamatkan hidupnya dan dia punya banyak uang untuk membayarnya ...

Tapi dokter bilang dia tak bisa melakukan apapun karena kankernya sudah stadium akhir ..

Dia begitu marah dan frustasi sehingga ia melemparkan uang di seluruh koridor rumah sakit.
Sambil berteriak : " Apa gunanya memiliki uang ....!!! " apa gunanya memiliki uang !!!!.

*Uang tidak dapat memiliki kesehatan, uang tidak dapat membeli waktu, uang tidak dapat membeli kehidupan*

_*Sungguh pelajaran bagi kita untuk selalu menjaga kesehatan, beramal kebaikan demi bekal menuju akhirat dan berdoa, supaya umur kita bermanfaat meskipun pendek ataupun panjang*_

Saturday, 20 January 2018

Hakim di Indonesia

*Prof.Dr Moh Mahfud MD*
Ketua MK (2008-2013)

SAYA terperangah dan takjub ketika pada Selasa, 16 Januari 2018, kemarin seorang advokat di Nagoya (Jepang) menjawab pertanyaan saya sambil terheran-heran. Saat itu saya bersama Zainal Arifin Mochtar (Uceng) dari Fakultas Hukum UGM diundang makan siang oleh pimpinan  ASEAN Nagoya Club (ANC) di sebuah restoran di Nagoya.

ANC adalah sebuah komunitas pebisnis untuk kawasan ASEAN yang berkedudukan di Nagoya. Mungkin karena saya dan Uceng berprofesi sebagai dosen di bidang hukum, pihak tuan rumah membawa seorang advokat, Junya Haruna, dan seorang guru besar hukum konstitusi dari Nagoya University, Prof Shimada.

Dengan maksud mengobrol masalah yang ringan-ringan saja, saya bertanya kepada Junya Haruna, “Seberapa banyak kasus penyuapan terhadap hakim yang terjadi di Jepang?” Haruna terperanjat dan tampak heran atas pertanyaan itu.

Dia mengatakan, sepanjang kariernya dia tidak pernah mendengar ada hakim dicurigai menerima suap di Jepang. “Terpikir pun tidak pernah.”

Di Jepang, kata Haruna, masyarakat percaya bahwa hakim tidak mau disuap. Di sana hakim sangat dihormati dan dimuliakan karena integritasnya. “Apakah Anda percaya pada semua putusan hakim yang juga mengalahkan Anda dalam menangani perkara?” tanya saya. Haruna menjawab, semua putusan hakim diterima dan dipercaya sebagai putusan yang dikeluarkan sesuai dengan kebenaran posisi hukum yang diyakini oleh hakim.

“Di sini tidak pernah ada kecurigaan hakim disuap. Seumpama pun kami kalah dan tidak sependapat dengan putusan hakim, paling jauh kami hanya mengira hakim kurang menguasai dalam satu kasus yang spesifik dan rumit atau kamilah yang kurang bisa meyakinkan hakim dalam berargumen dan mengajukan bukti di pengadilan. Tak pernah terpikir, hakim kok memutus karena disuap,” tambah Haruna.

Ketika Haruna mau bertanya balik tentang Indonesia, saya segera membelokkan pembicaraan. Saya bilang restoran tempat kita lunch sangat indah dikelilingi oleh kebun bunga yang memancing selera makan, termasuk bunga sakura dan pohon-pohon yang seperti dibonsai dengan begitu harmonis. Lalu saya mengajak berfoto.

Saya lihat Uceng segera berpatut-patut mengangkat kameranya yang canggih dan mengomando kami agar ambil posisi untuk foto bersama. Uceng membantu saya dengan gaya seperti pemotret profesional. Pembelokan pokok pembicaraan pun berhasil digiring oleh Uceng.  

Sengaja saya belokkan pembicaraan tentang “penyuapan hakim” itu karena saya takut ditanya balik dan harus bercerita jujur tentang hukum, hakim, pengacara, dan penegakan hukum di Indonesia. Tak mungkin bisa keluar dari mulut saya cerita tentang betapa buruknya penegakan hukum di Indonesia. Apalagi saat itu saya baru berusaha meyakinkan pimpinan ANC bahwa aturan hukum di Indonesia sangat kondusif untuk berinvestasi.

Saya memang berbicara, aturan hukum (legal substance) di Indonesia sudah cukup bagus untuk investasi. Tetapi saya tidak berani berbicara penegakan hukum oleh aparat (legal structure) dan budaya hukum (legal culture).

Bisa malu kalau saya harus berbicara keadaan Indonesia tentang itu. Bayangkanlah, saya harus bercerita, hakim-hakim di Indonesia bukan hanya dicurigai tetapi benar-benar banyak yang digelandang ke penjara karena penyuapan.

Saya akan malu juga, misalnya, kalau harus bercerita bahwa di Indonesia banyak pengacara tersandung kasus karena menyuap atau berusaha menyuap hakim. Tak mungkin saya bercerita bahwa banyak pengacara di Indonesia yang tidak mengandalkan kompetensi dalam profesi hukum, tetapi hanya melatih dirinya untuk melobi aparat penegak hukum atau menggunakan posisi politik agar perkaranya dimenangkan dengan imbalan uang.

Belum lagi ada cerita-cerita bahwa calon pengacara yang magang (latihan mencari pengalaman) kepada pengacara senior justru tugas pertamanya adalah disuruh mengantar uang kepada hakim, jaksa, atau polisi dan yang bersangkutan harus memastikan penyerahan suap itu aman adanya.

Begitu juga takkan bisa keluar jawaban dari mulut saya kalau ditanya apakah di Indonesia ada jaksa atau polisi yang dihukum karena penyuapan dan rekayasa perkara? Akan malu saya sebagai anak bangsa jika menjawab itu dengan jujur tetapi akan berdosa saya sebagai muslim jika saya menjawab dengan berbohong. Kita memang mempunyai budaya sendiri sebagai bangsa, tetapi tidak salahkah kalau dalam soal berhukum kita meniru Jepang.

Awal 2014, selepas menjadi ketua MK, saya diundang menjadi tamu oleh Kementerian Luar Negeri Jepang di Tokyo. Saat saya tiba di sana, sedang gencar berita dan kampanye untuk pemilihan gubernur Tokyo.

Apa ada penggantian gubernur? Ya, tetapi bukan berdasar jadwal normal, melainkan karena Gubernur Inosi, pejabat yang definitif, mengundurkan diri.

Mengapa mengundurkan diri? Karena sang gubernur diberitakan meminjam uang tanpa jaminan ke sebuah rumah sakit besar dan oleh pers itu dicurigai untuk mendanai kampanye politiknya. Karena pinjaman itu tanpa jaminan, pers menduga Inosi nanti akan memberikan imbalan dalam bentuk, mungkin, korupsi politik

Jadi, sang gubernur mengundurkan diri karena malu saat dicurigai akan (baru dicurigai: akan) menggunakan jabatannya untuk melakukan korupsi politik. Eloknya lagi, sekitar seminggu setelah saya pulang dari Jepang awal 2014 itu seorang pegawai dari Kedutaan Besar Jepang di Jakarta datang kepada saya mengantarkan uang Rp120.000 (seratus dua puluh ribu rupiah). Untuk apa?

“Waktu check in untuk kembali ke Indonesia kemarin, di bandara, Bapak membayar airport tax sendiri. Bapak tamu pemerintah, jadi harus kami yang menanggung semua,” jawab pegawai dari Kedubes Jepang itu.

Wuih, saya sudah diundang ke Jepang dengan fasilitas mewah, soal uang seratus dua puluh ribu rupiah pun masih diantarkan kepada saya. “Duh, kok repot-repot ngantar uang Rp120.000 ke sini? Kalau naik taksi pulang-pergi dari kantor Anda ke sini sudah lebih dari Rp200.000,“ kata saya. Apa jawab petugas itu? “Itu peraturan di kantor kami. Kami harus mematuhi semua peraturan tanpa menambah atau mengurangi,” jawabnya.

Jepang adalah anggota Kelompok Negara G-7, salah satu dari tujuh negara termaju di dunia. Budaya hukumnya sangat indah, peraturan sesederhana apa pun ditaati. Inilah rasanya yang lebih pas menjadi budaya Pancasila.

“Berapa puluh tahun lagi kita bisa berhukum seperti itu, Prof?” kata Uceng saat kami keluar dari jamuan makan siang Selasa lalu itu. “Nanti diskusikan di Jakarta saja,” jawab saya.

-----------------------------
Yang mau Gabung |PUTRA|Paguyuban Usaha Tanpa Riba| Sukoharjo ...InshaAllah Usaha kita Lancar tanpa Riba

Grup Wa
Klik link
https://chat.whatsapp.com/LdyC8lXAO0zLiE3iiZkkEQ

Grup FACEBOOK
Klik link
https://mobile.facebook.com/groups/
843348175845710

Thursday, 4 September 2014

"Menjual Semua Hartanya untuk Sedekah Malah Kaya Raya" (Kisah Nyata)


“Hendaknya setiap dari kita selalu
menyadari bahwa bukan harta dunia
yang menjadi tujuan hidup kita namun
keridhoan Allah yang menjadikan kita
dicintaiNya, itulah yang seharusnya
menjadi arah hidup kita.”
Kekayaan Duniakah yang kita cari?
Ini kisah nyata yang dialami teman
bekas guru SMA saya beberapa tahun
yang lalu.
Kisah ini berhubungan dengan
# sedekah yang dilakukan dengan
keiklasan luar biasa.
Bagi saya terdengar agak ganjil dan
mustahil, tapi memang itulah
kenyataannya.
Sepasang suami istri yang
menyedekahkan hampir semua
hartanya di jalan Allah, kemudian
hidup mereka dipasrahkan pada Allah.
Pertama kali mendengar cerita ini,
saya kurang percaya, tetapi melihat
siapa yang menceritakan saya sangat
mempercayai kebenaran cerita ini.
Sayang sekali sewaktu saya dan bekas
guru SMA saya akan mampir ke rumah
pengusaha ini, sang pengusaha
sedang keluar rumah.
Kisah ini sebenarnya diawali
kegundahan sepasang suami istri akan
kebahagiaan yang mereka dapatkan
dari harta yang dimiliki.
Mereka seakan tidak merasa bahagia
walaupun hartanya berlimpah.
Bagi mereka, yang terpenting adalah
ketenangan hidup.
Akhirnya suami istri ini mengambil
keputusan yang tergolong nekat.
Mereka memberikan hampir semua
hartanya untuk mereka # sedekahkan
di jalan Allah.
Hanya satu tujuan mereka; ingin hidup
tenang dan tidak terbelenggu dengan
nikmat sementara duniawi. Mobil dan
beberapa harta berharga lain mereka
jual dan mereka #sedekahkan . Mereka
tidak takut akan kelaparan, karena
mereka yakin Allah pasti akan
menolong dan memberikan jalan
terbaik bagi mereka.
Allahu Akbar.!
Bukan kesengsaraan yang mereka
dapatkan akibat membuang hampir
semua harta mereka demi ingin
memulai hidup sederhana itu, tetapi
kekayaan suami istri ini malahan
berlipat- lipat tak terhingga.
Kini mereka mempunyai dua
perusahaan besar, seakan-akan
perusahaan yang dulu dijual untuk
# disedekahkan malahan diganti 2
perusahaan yang jauh lebih besar dan
sangat terkenal oleh Allah.
Kini mereka sangat bahagia dengan
kekayaan yang mereka miliki.
Lebih dahsyat lagi, sepasang suami
istri ini ingin memulai lagi seperti yang
mereka lakukan beberapa tahun yang
lalu. Mereka akan menyedekahkan dua
perusahaan itu, bukan imbalan Allah
yang mereka harapkan, tapi perasaan
sangat dekat dengan Allah dan merasa
diperhatikan dan disayang Allah itulah
yang tidak bisa digambarkan oleh
mereka saat melakukan cara ini.
Sebenarnya langkah yang dilakukan
oleh sepasang suami istri ini adalah
langkah logis, cuma belum banyak
orang yang berani melakukannya.
Tentang #sedekah Allah bahkan
menjanjikan langsung akan melipat
gandakan beberapa kali lipat jika
manusia melakukannya dengan ikhlas
hanya untuk Allah semata.
Bahkan balasan atau pahala dari
#sedekah akan lebih berlipat-lipat lagi
jika dilakukan untuk keperluan
berjuang di jalan Allah. Semoga kisah
di atas bisa membuka mata hati kita
akan kekuatan #sedekah . #Sedekah
seperti bernafas, kita harus
mengeluarkan nafas kotor banyak
untuk bisa menghirup udara bersih
banyak pula.
Jika mengeluarkan nafas kotor sedikit,
akan sedikit pula udara bersih yang
bisa kita hirup.
Sukses untuk anda…..

Saturday, 23 August 2014

Kisah Siput Yang Harus Bisa Mengandalkan Diri Sendiri

Alkisah, di kesenyapan sebuah belantara, terdengar percakapan menarik antara Ibu Siput dengan anaknya. Siput kecil bertanya kepada ibunya, “Ibu, mengapa sejak lahir, kita harus membawa cangkang yang begitu keras dan berat ini?"

Sang ibu menjawab, “Pertanyaan yang bagus. Anakku, kita ditakdirkan dengan badan yang tidak ada tulang untuk menyangga. Kita berjalan dengan cara merayap, itu pun tidak bisa merayap dengan cepat. Jadi kita memerlukan cangkang ini untuk melindungi diri dari perubahan cuaca, hujan dan terik matahari dan juga marabahaya lainnya yang setiap saat mengintai kehidupan ini.”

Masih penasaran, siput kecil bertanya lagi, “Tetapi Bu, Kakak Ulat itu juga tidak mempunyai tulang, dan merayapnya juga tidak cepat… Mengapa mereka tidak perlu membawa cangkang yang keras dan berat ini?”

Dengan tersenyum sabar, sang Ibu menjawab lagi, “ Anakku, Kakak Ulat tentu berbeda dengan kita. Dia sebentar lagi akan berubah menjadi kupu-kupu, lalu bisa terbang ke alam bebas dan akan terlindungi oleh langit.”

Tak mau menyerah, siput kecil bertanya lagi, “Adik cacing tanah juga tidak memiliki tulang dan tidak merayap dengan cepat. Mereka juga tidak bisa berubah menjadi kupu-kupu. Mengapa mereka tidak perlu membawa cangkang yang berat ini?”

Ibu Siput kembali menjawab, “ Adik cacing tanah kan punya kemampuan bisa menyusup dan masuk ke dalam tanah. Mereka dilindungi dari bahaya oleh tanah dan bumi ini.”

Siput kecil tiba-tiba menangis keras, “Huhuhu.... Ibu, kita sungguh hewan yang kasihan sekali. Langit tidak melindungi kita, tanah dan bumi juga tdk melindungi kita.”

Kali ini dgn tegas sang Ibu menjawab, “ Anakku, Tuhan Maha Adil. Itulah alasan mengapa kita mempunyai cangkang yg kuat ini! Kita tidak perlu bergantung pada langit maupun tanah, tapi kita harus bergantung pada diri sendiri. Jadi, mulai saat ini, terimalah keberadaan cangkangmu dengan perasaan gembira, karena itu adlh pelindung sejatimu yang telah diberikan Sang Pencipta kaum kita.